BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Agama Islam bertugas mendidik
jasmani manusia, mensucikan jiwa manusia, dan membebaskan diri manusia dari
hawa nafsu. Dengan ibadah yang tulus ikhlas dan aqidah yang murni sesuai
kehendak Allah, insya Allah kita akan menjadi orang yang beruntung.Ibadah dalam
agama Islam banyak macamnya. Haji adalah salah satunya, yang merupakan rukun
iman yang kelima. Ibadah haji adalah ibadah yang baik karena tidak hanya
menahan hawa nafsu dan menggunakan tenaga dalam mengerjakannya, namun juga
semangat dan harta.
Dalam mengerjakan haji, kita
menempuh jarak yang demikian jauh untuk mencapai Baitullah, dengan segala
kesukaran dan kesulitan dalam perjalanan, berpisah dengan sanak keluarga dengan
satu tujuan untuk mencapai kepuasan batin dan kenikmatan rohani.
Untuk memperdalam pengetahuan kita,
penulis mencoba memberi penjelasan secara singkat mengenai pengertian haji dan
umrah, tujuan yang ingin kita capai dalam haji dan umrah, dasar hukum perintah
haji dan umrah, syarat, rukun dan wajib haji dan umrah serta hal-hal yang dapat
membatalkan haji dan umrah.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apakah pengertian Haji?
2.
Apakah syarat-syarat Haji dan Umrah?
3.
Apakah rukun-rukun Haji?
4.
Apakah Wajib Haji?
5.
Apakah sunnah Haji dan Umrah?
6.
Apakah pengertian Umrah?
7.
Apakah rukun Umrah itu?
8.
Bagaimana Cara Melaksanakan Haji dan
Umrah?
9.
Apakah larangan ketika Ihram?
C.
Tujuan Masalah
1.
Untuk memaparkan pengertian haji.
2.
Untuk memaparkan syarat-syarat Haji
dan Umrah.
3.
Untuk memaparkan rukun-rukun Haji.
4.
Untuk memaparkan Wajib Haji.
5.
Untuk memaparkan sunnah Haji dan
Umrah.
6.
Untuk memaparkan pengertian Umrah.
7.
Untuk memaparkan rukun Umrah itu.
8.
Untuk memaparkan cara melaksanakan
Haji dan Umrah.
9.
Untuk memaparkan larangan ketika
Ihram.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Haji
Haji atau Hiji menurut
arti bahasa bermakna “menuju atau menyengaja”, atau banyak-banyak menuju kepada
sesuatu yang diangungkan. Sedang syara’ adalah menuju Ka’bah untuk menunaikan
ibadah. Seperti yang akan diterangkan berikut ini. Ibadah haji termasuk salah satu
syari’at para Nabi terdahulu.[1]
Haji diwajibkan atas orang yang kuasa
,satu kali seumur hidupnya. Dan ibadah haji itu wajib segera dikrjakan. Artinya
, apabila orang tersebut telah memenuhi syarat-syaratnya, tetapi masih
dilalaikannya juga (tidak dikerjakan pada tahun ini), maka ia berdosa karena
kelalaiannya itu.[2]
Firman Allah Swt:
ولله على الناس حج البيت من استطا عاليه سبيلا. ا ل عمران:
“Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia
terhadap Allah ,yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan
ke Baitullah.” (Ali Imron: 97)
Sabda Rasulullah Saw :
عن ابن عباس قال النبى صلى ا لله عليه وسلم :
تعجلوا الى ا لحج فا ن ا حد كم الا يدرى ما يعر ض له. رواه أ حمد
Dari Ibnu Abbas. Nabi Besar Saw, telah
berkata, “Hendaklah kamu bersegera mengerjakan haji karena sesungguhnya
seseorang tidak akan menyadari suatu halangan yang akan merintanginya.”(Riwayat
Ahmad).
B. Syarat-Syarat
Wajib Haji dan
Umrah
Syarat
wajibnya haji dan umrah itu ada tujuh perkara, yaitu :[3]
1. Islam
2. Baligh (sudah dewasa)
3. Berakal sehat
4. Merdeka
“Maka tidak wajib haji bagi orang yang
mempunyai sifat bertentangan dengan sifat-sifat tersebut itu”.
5. Ada bekalnya beserta tempatnya bila memang
butuh tempat, sebab kadang-kadang ada juga yang tidak butuh tempat bekal,
sebagaimana orang yang dekat dengan negeri Makkah, dan disyaratkan pula adanya
air di tempat yang biasanya dapat membawa air dengan harga yang umum.
6. Ada kendaraannya, yakni kendaraan yang
pantas untuk dibeli atau disewa. Hal ini jika antara orang itu dengan negeri
Makkah jaraknya dua kali angkatan atau bahkan lebih dari itu, baik dapat
ditempuh dengan berjalan kaki atau tidak.
Jika antara dia dan negeri Makkah tidak ada
dua kali angkatan (perjalanan) sedang
orang itu kuat menempuh dengan berjalan kaki, maka wajib baginya menunaikan haji
tanpa kendaraan.
Dan disyaratkan juga bahwa bekal itu tadi
lebih setelah untuk membayar hutangnya dan dari ongkos pembiayaan orang yang
menjadi tanggungannya selama waktu perginya dan pulangnya.
Juga harus sudah lebih untuk mencukupi
kebutuhan rumah (dengan biaya yang wajar) juga lebih dari pembiayaan yang
pantas untuk budak yang ada di dalam rumah itu tadi.
7. Keadaan jalannya sunyi, maksudnya ialah
keadaan perjalanan menurut perkiraan sangat aman (tidak ada gangguan) sekiranya
masih terdapat benda-benda yang pantas di tiap-tiap tempat. Jika sekiranya seseorang merasa tidak
aman akan dirinya, hartanya atau kehormatannya maka tidaklah wajib berhaji.
Adapun perkataan mushannif “dan mampu
menunaikan” itu tetap ada di dalam sebagian keterangan. Sedang yang dikehendaki
dengan “mampu” ialah suatu keadaan yang tetap wujud sesudah adanya bekal, dan
kendaraan yang pada suatu saat memungkinkan berjalan sesuai yang dijanjikan.
Jika seseorang itu mampu hanya saja dia
butuh memutuskan perjalanan dua kali angkatan dalam sebagian hari-hari (yang
ditempuh), maka baginya tidak wajib haji karena dalam keadaan sengsara.
C. Rukun Haji
Rukun-rukun haji itu ada empat, yaitu:[4]
1. Ihram yang disertai dengan niat, yakni niat
masuk menuanaikan haji.
2. Wukuf di tanah Arafah, yang dimaksudkan
ialah datangnya orang yang ihram haji dalam
Dzulhijjah dengan syarat, bahwa orang yang wukuf itu ahli ibadah, tidak
gila dan tidak pula ayan.
Waktu wukuf (di tanah Arafah) itu berlangsung terus sampai datangnya fajar
hari raya Qurban yang tanggal 10 Dzulhijjah.
3. Thawaf di Baitullah (Ka’bah) sebanyal 7
kali putaran. Thawaf tersebut dimulai dari arah Hajar Aswad, seluruh badannya
ditepatkan (ketika memulai) pada Hajar Aswad itu.
Seandainya seseorang memulai thawaf selain
di Hajar Aswad, maka thawafnya ini tidak ada artinya.
Syarat
Thawaf : [5]
a.
Menutup aurat,
b.
Suci dari hadas dan najis,
c.
Ka’bah hendaknya di sebelah kiri orang yang thawaf,
d.
Permulaan thawaf itu hendaknya dari Hajar Aswad,
e.
Thawaf itu hendaklah tujuh kali
f.
Thawaf itu hendaklah di dalam masjid karena Rasulullah
saw melakukan thawaf di masjid.
Sunnah Thawaf:[6]
a.
Mengusap dan mencium (mengecup) Hajar Aswad
b.
Mengusap rukun Yamani
c.
Berjalan kaki
d.
Tanpa alas kaki
e.
Berselendang (kedua ujungnya terletak di pundak kiri
dan bagian tengahnya terletak di bawah bagian ketiak kanan) di dalam thawaf
yang ada lari kecilnya. (Pria)
f.
Lari kecil (di dalam thawaf yang akan disambung dengan
sa’i) pada putaran ke- 1, 2 dan 3. (Pria)
g.
Mengucapkan do’a-do’a dari Nabi SAW di dalam thawaf
h.
Shalat sunnat thawaf 2 rakaat seteleh selesai thawaf.
(Dapat dilakukan sesudah beberapa minggu, walaupun tidak di dalam Masjidil
Haram. Tapi, yang lebih utam di belakang Maqam Ibrahim).
Macam-macam thawaf :[7]
a)
Thawaf qudum (thawaf ketika baru sampai) sebagai
shalat tahiyatul masjid.
b)
Thawaf Ifadah (thawaf rukun haji).
c)
Thawaf Wada’ (thawaf ktika akan meninggalkan makkah.
d)
Thawaf Tahallul (penghalalan barang yang haram ketika
ihram.
e)
Thawaf Nadzar (thawaf yang dinazarkan)
f)
Thawaf sunah
4. Sa’i antara Shafa dan Marwah sebanyak kali.
Adapun syaratnya Sa’i, yaitu hendaknya
seseorang memulai pada permulaan Sa’inya dari Shafa dan mengakhirinya di
Marwah. Dan dihitung perginya orang dari Shafa ke Marwah satu kali, kemudian
kembalinya dari Marwah ke Shafa dihitung lagi satu kali.
“Shafa” dengan dibaca pendek, pengertiannya
ialah bagian pinggir dari bukit Abi Qubaisy, sedang “Marwah” dengan dibaca fat-hah mimnya artinya itu nama
bagi suatu tempat yang sudah terkenal di negeri Makkah.
Dan masih ada lagi beberapa rukun haji,
seperti mencukur atau menggunting rambut. Hal ini jika memang saya menjadikan
masing-masing dari keduanya sebagai ibadah (rukun) dan demikian itu adalah
pendapat yang masyhur.
Jika aku berkata, bahwa sesungguhnya
masing-masing dari keduanya itu sebagai usaha memperbolehkan perkara yang
dilarang, maka keduanya bukanlah termasuk
dari golongan rukun-rukun haji.
Sunnah
Sa’i:[8]
a. Suci dari kedua hadas dan suci dari najis
b. Menutup aurat
c. Naik ke atas trap (jalan tanjakan) Shafa
dan Marwah
d. Lari kecil antara dua tanda Pal/Lampu Hijau
(bagi pria)
e. Membaca do’a dan dzikir yang datang dari
Nabi Muhammad SAW.
f. Berturut-turut antara pelaksanaan Thawaf 7
kali dan disambung Sa’i, dan berturut-turut antara Sa’i yang satu dengan yang
berikutnya.
Tetapi ada Qoul Mashur yang berpendapat bahwa dalam rukun haji itu juga
mencakup mencukur rambut dan tertib. Pendapat ini diambil dari kitab Fathul
Qarib Mujib :
وبقى من ا لحج الحلق والتفصيران جعلنا كلا منهما نسكا
وهو المشهور
D. Wajib Haji
Perkataan
wajib dan rukun biasanya berarti sama, tetapi di dalam urusan haji ada perbedaan sebagai berikut :[9]
Rukun : sesuatu yang tidak sah
haji melainkan dengan melakukannya, dan ia tidak boleh diganti dengan “dam”
(menyembelih kambing).
Wajib : sesuatu yang perlu
dikerjakan ,tetapi sahnya haji tidak bergantung padanya, dan boleh diganti
dengan mnyembelih binatang.
1) Ihram dan miqat.
2) Berhenti di Muzdalifah sesudah tengah
malam.
3) Melontar Jumrah Aqobah.
4) Melontar tiga jumrah.
5) Bermalam di mina.
6) Thawaf wada’.
7) Menjauhkan diri dari semua larangan atau
yang diharamkan.
E. Sunah Haji
dan Umrah
Adapun sunah-sunah haji dan umrah itu ada
tujuh yaitu:[10]
a) Mengerjakan Ifrad, yaitu mendahulukan
mengerjakan ihram haji daripada ihram umrah, yakni seseorang mengerjakan ihram
haji dahulu dari miqatnya haji, sesudah selesai mengerjakan haji kemudian
hendaknya keluar dari Makkah menuju tanah halal (miqat) yang lebih dekat. Lalu
ihram umrah disertai mengerjakan amalan-amalan dalam umrah. Jika seseorang
membaliknya (umrah dahulu baru haji), maka tidak dapat dikatakan ifrad.
b) Membaca talbih, di dalam membaca talbih
disunnahkan untuk memperbanyak selama dalam ihram dan juga disunnahkan
mengeraskan suaranya. Adapun lafadznya tablih yaitu sebagai brikut:
“Labbaika Allahumma labbaikala syariika
laka labbaika. Innal Hamda Wan Nikmata laka wal Mulka laa syarika laka”
Ketika telah selesai dari membaca talbih
maka hendaknya dilanjutkan dengan membaca shalawat Nabi dan bermohon kepada
Allah SWT, agar dapat masuk surga dan mendapatkan ridhanya serta terpelihara
dari api neraka.
c) Thawaf Qudum, thawaf ini dikhususkan kepada
orang yang haji sewaktu memasuki Makkah sebelum Wuquf di ‘Arafah. Bagi orang
yang umrah ketika dia thawaf karena umrahnya, maka cukuplah mengerjakan thawaf
qudum ini.
d) Bermalam di Muzdalifah, selanjutnya bahwa
bermalam di Muzdalifah ini terhitung masuk beberapa sunnah haji adalah sesuai
dengan isi pembicaraan Imam Rafi’i, tetapi menurut Imam Nawawi hal itu termasuk
ziyadah (tambahannya) kitab Raudlah dan Syarah kitab Muhadzab, yakni bahwa
bermalam di Muzdalifah itu termasuk wajib.
e) Mengerjakan shalat dua rakaat karena thawaf
yakni sesudah selesai dari mengerjakan thawaf. Shalat dua rakaat itu hendaknya
dilakukan di belakang makam Ibrahim a.s.
Dan hendaknya merendahkan suara bacaan
dalam dua rakaat shalat itu (di waktu siang) dan mengeraskannya di waktu malam.
Apabila orang itu tidak mengerjakan shalat dua rakaat di belakang Ibrahim, maka
boleh mengerjakannya di Hijir Isma’il, jika tidak dapat maka boleh di Masjidil
Haram dan jika di Masjidil Haram tidak dapat, maka boleh melakukannya di tempat
yang dikehendaki dari tanah Haram dan lainnya.
f) Bermalam di Mina. Imam Rafi’i sudah
mengesahkan hal ini, tetapi bagi Imam Nawawi tersebut di dalam ziyadah kitab
raudlah mengatakan bahwa bermalam di Mina itu wajib.
g) Mengerjakan thawaf wada’ ketika hendak
keluar dari tanah Makkah, baik dari pergi untuk mengerjakan ibadah haji atau tidak
karena menuanaikan ibadah haji, sekalipun jarak bepergiannya itu jauh atau
dekat.
Keterangan mushannif tersebut yakni
disunnahkannya Thawaf Wada’ adalah merupakan pendapat yang terunggul, tetapi
menurut pendapat yang lebih jelas mengatakan bahwa Thawaf Wada’ itu wajib
hukumnya.
Sebagaimana keterangan yang terdapat dalam
kitab Syarah Muhadz-dzab, bahwa jika wajib bagi orang laki-laki untuk tidak
memakai pakaian yang terdapat jahitan dan tidak terdapat sulaman dan ikatan
pada pakaian seperti sepatu.
Hendaknya orang tersebut memakai kain dan
selendang yang keduanya berwarna putih dan dalam keadaan masih baru. Jika
seandainya tidak ada kain yang baru, maka
yang penting keduanya dalam keadaan suci.
F. Pengertian Umrah
Hukum
umrah adalah fardu’ain atas tiap-tiap orang laki-laki atau perempuan , sekali seumur hidup, seperti
haji.[11]
Firman Allah Swt :
وَ اَ تِمُّو االْحَجَ وَالْعُمَرَةَ لِلهِ
“Dan sempurnakanlah ibadah haji dan umrah
karna Allah.” (Al-Baqarah : 196)
Sabda Rasulllah saw :
عَنْ عَا ئِشَة قَا لَتْ : يَا رَسُوْلُ اللهِ هَلْ عَلَ النِّسَا ءِ مِنْ جِهَادٍ ؟ قَا لَ نَعَمْ عَلَيْهِنَّ
جِهَا د لَا قَتَا لَ فَيْهَ الْحَجُّ وَالْعُمْرَةُ
Dari Aisyah. Ia bertanya kepada Rasulullah
saw, “Adakah wajib atas perempuan berjihad?” Jawaban beliau, “Ya ,tetapi jihad
mereka bukan peperangan ,melainkan mengerjakan haji dan umrah.” (Riwayat Ahmad
dan Ibnu Majah).
G. Rukun Umrah
Adapun rukun-rukunnya umrah itu ada tiga
perkara sebagaimana menurut sebagian keterangan, tetapi menurut sebagaian
keterangan lain rukun-rukun umrah itu ada empat perkara yaitu:[12]
a) Ihram
b) Thawaf
c) Sa’i
d) Mencukur atau menggunting rambut (menurut
salah satu dari dua pendapat).
“Mengikuti salah satu dari dua pendapat itu
adalah lebih unggul, seperti keterangan yang baru saja disebutkan di muka. Jika
tidak mengikuti maka berarti mencukur atau menggunting rambut itu tidak
termasuk dalam rukun-rukunnya umrah”.
Beberapa kewajiban haji selain daripada
rukun-rukun umrah itu ada tiga perkara:[13]
Pertama: melakukan Ihram dari batas yang
tepat menurut keadaan (masa) dan tempat.
Adapun yang dimaksud dengan “Miqat Zamany” ialah dinisbatkan pada
waktu musim haji yakni: bulan Syawal, Dzul Qa’dah dan 10 malam dari bulan Dzil
Hijjah. Sedang bila dinisbatkan kepada masa Umrah maka sepanjang tahun itu
menjadi waktunya menunaikan Ihram Umrah.
“Miqat Makany” ialah haji bagi orang yang menetap (mukim) di
negeri Makkah, baik dia sebagai penduduk Makkah atau mengembara, maka miqatnya
di lingkungan Makkah itu sendiri.
Bagi orang yang bukan berstatus mukim di negeri Makkah maka:[14]
a) Jika orang itu menghadap dari jurusan
Madinah, maka miqatnya ialah di Dzul Hulaifah.
b) Jika menghadap dari jurusan Syam, Mesir,
dan Maghribi, maka miqatnya di desa Juhfah.
c) Jika menghadap dari jurusan Tihamatil
Yaman, maka miqatnya ialah di Yulamlam.
d) Jika menghadap dari jurusan tanah Najdil
Hijaz dan NadjilYaman, maka miqatnya di Bukit Qarn.
e) Dan jika menghadap dari jurusan tanah
Masyriq, maka miqatnya dari Dzatu ‘Iraq.
Kedua: melempar jumrah tiga dengan memulai
pada jumrah Ula (Kubra), kemudian jumrah Wustha dan lalu jumrah ‘Aqabah.
Hendaknya dalam melempar masing-masing
jumrah tersebut dengan menggunakan tujuh buah batu kerikil satu demi satu.
Jika orang melempar jumrah dengan dua buah
batu kerikil sekaligus (1
kali lemparan) maka dihitung satu kali lemparan. Dan seandainya melemparkan
dengan 1 batu kerikil untuk tujuh kali lemparan maka dibilang cukup (syah).
Disyaratkan benda
yang dibuat melempar itu berupa “batu” , tidak boleh lainnya seperti luk”
(inten) dan gamping (kapur).
Ketiga : mencukur rambut atau menggunting.
Adapun yang lebih utama bagi orang laki-laki yaitu mencukur. Sedangkan bagi
orang permpuan dengan menggunting saja.
Dalam mencukur rambut paling tidak (paling
sedikit) tiga biji rambut kepala dengan mencukur ,menggunting, mencabut atau
mmbakar atau juga dengan memotongnya.
Barang siapa tidak mempunyai rambut pada
kepalanya, maka boleh hanya dengan menjalankan(menggerak-gerakkan) penyukur
diatas kepalanya. Tidak dapat menggantikan rambut selain rambut kepala seperti
rambut jenggot.
H.
Cara-Cara
Pelaksanaan Haji dan Umrah
Ada tiga cara melaksanakan haji dan umrah :[15]
Pertama, Ifrod (yang paling afdol diantara ketiga cara). Yaitu ,
mengerjakan haji terlebih dahulu secara sempurna. Apabila telah melakukannya,
kembali ke kawasan hill (halal) yakni diluar kawasan haram, (lalu
berihram untuk mengerjakan umrah.
Tempat paling afdhol diluar
kawasan haram, untuk melakukan ihram ‘umrah ialah desa al-jikranah ,kemudian At-tan’im,
al-hudaibiyah. Sorang yang melakukan haji secara ifrod , tidak dibebani dam,
kecuali jika ia ingin ber-tathawwu’ (membayar dam secara suka rela demi
memperoleh pahala semata-mata).
Kedua, Qiron yaitu meniatkan haji dan umrah bersama-sama ,dengan
mengucapkan :
Labbaika bi hajjatin wa
‘umrotin ma’a (ma’an).
Artinya : Ya Allah aku datang
memenuhi perintah-Mu, dengan mengerjakan haji dan umrah bersama-sama.
Dengan demikian, cukuplah melaksanakan pekerjaan-pekerjaan haji
saja. Sedangkan pekerjaan-pekerjaan umrah, secara otomatis telah gugur dan
trgabung dalam pkerjaan-pekerjaan haji, sama seperti kewajiban berwudlu yang
secara otomatis tergabung dalam pelaksanaan mandi wajib. Hanya saaja, apabila
ia berthawaf dan br sa’i sebelum wukuf di arafah, maka sa’inya itu terhitung sebagai
pelaksanaan kewajiban sa’i untuk haji dan umrah, sedangkan thawafnya tidak
terhitung. Sebabnya ialah, karena thawaf yang difardukan dalam haji, haruslah
berlangsung stelah wukuf orang yang melaksanakan haji dan umrah secara Qiran
diharuskan membayar dam (denda) seekor domba. Kecuali apabila ia adalah
penduduk kota makkah, maka tidak ada denda atas dirinya. Hal itu, karna ia
tidak dianggap melampaui miqat. Sedangkan miqatnya ialah Makkah.
Ketiga Tamattu’, yaitu dengan melakukan ihram umrah lalu
melintasi miqot dalam keadaan ihram, dan setelah selesai umrahnya itu, ia
segera bertahallul di Makkah. Dengan
demikian ia dapat bertamattu’ (menikmati) hal-hal yang seharusnya terlarang baginya.
Keringanan ini berlaku baginya sampai saat ia akan memulai ihram hajinya (yakni
sampai menjelang wukuf di Arafah.
Seseorang hanya dapat disebut bertamattu’ karena
adanya 4 kondisi :[16]
a.
Apabila ia bukan
penduduk kawasan Al Masjid Al Haram. Seseorang
dapat disebut sebagai penduduk kawasan al masjid al haram apabila tempat
tinggalnya kurang dari jarak yang memperbolehkannya mengqosor shalatnya (dengan
demikian seperti telah disebutkan diatas ia tidak terkena kewajiban membayar denda
apabila tidak memulai ihram dari miqat, mengingat bahwa miqatnya ialah Makkah
itu sendiri).
b.
Apabila ia
mendahulukan umrah sebelum haji, dan umrahnya itu dilakukannya dalam bulan-bulan
haji.
c.
Apabila ketika ber
ihram untuk haji,ia tidak kembali ke miqat asalnya atau miqat lainnya yang berjarak sama seperti
miqat asalnya.
d.
Apabila hajinya dan
umrah yang dilakukannya dalam rangka mewakili atau menggantikan kewajiban
seseorang tertentu. (dengan demikian jika ia melakukan umrah atas nama
seseorang, kemudian setelah itu mlakukan haji atas nama orang lain, maka ia
tidak disebut sebagai telah ber tamattu’).
Demikian apabila ke
empat kondisi tersebut di atas ada pada diri seseorang, maka ia disebut telah
bertamattuk, dan karenanya ia diwajibkan membayar dam (denda) seekor domba.
Dan sekiranya ia tidak dapat membayar dam
seperti itu, maka ia diwajibkan berpuasa selama tiga hari diantara hari-hari
haji , yaitu sebelum yaum an-nahr (hari raya haji) baik berturut-turut atau
terpisah-pisah kemudian setelah ia tiba kembali ke tanah airnya ,ia diwajiban
berpuasa lagi sebanyak tujuh hari
sehingga jumlah semuanya sepuluh hari.
Dan sekiranya ia
tidak berpuasa tiga hari pada hari-hari haji, maka ia diwajibkan berpuasa 10
hari setelah pulang ketanah airnya, secara berturut-turut atau terpisah-pisah.
Dam (denda) yang diwajibkan
karena Qiran sama saja dengan tamattu’. Adapun urutan-urutan cara haji yang
paling afdol ialah Ifrod, kemudian tamattu’, kemudian Qiran.
I.
Beberapa Larangan
Ketika Ihram
Hal-hal yang tidak boleh dikerjakan oleh orang yang sedang
dalam ihram haji atau umrah ada yang terlarang hanya laki-laki saja, ada yang
terlarang bagi perempuan saja, dan pula terlarang bagi keduanya (laki-laki dan
perempuan).[17]
Yang dilarang bagi laki-laki:
a.
Dilarang memakai
pakaian yang berjahit, baik jahitan biasa atau bersulaman, atau diikatkan kedua
ujungnya. Yang dimaksud adalah tidak boleh memakai pakaian yang melingkungi
badan (seperti kain sarung). Yang diperbolehkan ialah kain panjang, kain
basahan / handuk. Boleh juga memakai kain tersebut kalau karena keadaan yang
mendesak, seperti sangat dingin, atau panas, tetapi ia wajib membayar denda
(dam).
b.
Dilarang menutup
kepala, kecuali karena suatu keperluan, maka diperbolehkan , tetapi ia wajib
membayar denda (dam). Maka kadaannya dibangkitkan seperti sewaktu membaca
talbiyah itu menunjukkan bahwa dilarang menutup kepala itu karena ihram.
Yang dilarang bagi perempuan :
Dilarang menutup muka dan
dua telapak tangan, kecuali apabila keadaan mendesak, maka ia boleh menutup
muka dan dua telapak tangnnya , tetapi diwajibkan membayar fidyah.
Yang dilarang bagi keduanya (laki-laki dan
perempuan)
1)
Dilarang memakai
wangi-wangian, baik pada badan maupun pada pakaian. Adapun ketinggalan bau
wangi-wangian yang dipakai sebelum ihram hingga masih tetap tinggal sesudahnya
, tidak berdosa, bahkan Rasulullah SAW, apabila hendak ihram , biasanya beliau
memakai wangi-wangian lebih dahulu.
2)
Dilarang
menghilangkan rambut/bulu badan yang lain, begi juga berminyak rambut.
3)
Dilarang memotong
kuku. Keterangannya dikiaskan pada larangan menghilangkan rambut. Menghilangkan
tiga helai rambut atau tiga kuku , mewajibkan fidiyah yang cukup dengan syarat
pada tempat dan masa yang satu. Mencukur rambut karena udzur seperti sakit diperbolehkan
tetapi wajib membayar fidyah.
4)
Dilarang
mengakadkan nikah (menikahkan ,menikah atau menjadi wakil dalam akad
pernikahan). Rujuk tidak dilarang, sebab rujuk itu berarti mengekalkan
pernikahan, bukan akad nikah.
5)
Dilarang bersetubuh
dan pendahuluannya. Bersetubuh itu bukan hanya dilarang, tetapi memfasidkan
haji apabila terjadi sebelum mengerjakan penghalal yang pertama.
6)
Dilarang berburu
dan membunuh binatang darat yang liar dan halal dimakan. Adapun yang dimakan
binatang yang diburu oleh orang lain, tidak ada halangan bagi orang ihram, asal
niat orang yang berburunya bukan untuk orang ihram.
Tahallul (penghalalan beberapa
larangan)
Penghalalan beberapa larangan ada tiga perkara :[18]
a.
Melontar Jumrah
‘Aqobah pada hari raya.
b.
Mencukur atau
menggunting rambut.
c.
Thawaf yang
diiringi dengan sa’i, kalau ia belum sa’i sesudah thawaf qudum.
Apabila dua perkara diantara tiga perkara
tersebut telah dikerjakan, halallah baginya baginya beberapa larangan brikut
ini :
a)
Memakai pakaian
berjahit.
b)
Menutup kepala bagi
laki-laki dan menutup muka telapak tangan bagi perempuan.
c)
Memotong kuku.
d)
Memakai
wangi-wangian,minyak rambut, dan memotongnya kalau ia belum bercukur.
e)
Berburu dan
membunuh binatang yang liar.
Maka apabila
dikerjakannya satu perkara lagi sesudah dua perkara yang pertama tadi, hasillah
penghalal yang kedua, dinamakan ‘tahallul ke dua’, dan halallah semua larangan
yang belum halal pada tahallul pertama tadi. Sesudah itu ia wajib meneruskan
beberapa pekerjaan haji yang belum dikerjakannya kalau ada, umpamanya melontar
,sedangkan ia tidak dalam ihram lagi. Adapun penghalal umrah yaitu sesudaah
selesai dari semua pekerjaannya.
Beberapa
Jenis Dam (denda) :[19]
1.
Dam (denda) tamatu’ atau qiran. Artinya, orang
yang mengerjakan haji dan umrah dengan cara tamatu’ atau qiran, ia wajib
membayar denda; dendanya wajib diatur sebagai berikut:
a.
Menyembelih seekor kambing yang sah untuk
qurban.
b.
Kalau tidak sanggup memotong kambing, ia wajib
berpuasa 10 hari: 3 hari wajib dikerjakan sewaktu ihram paling lambat sampai
Hari Raya Haji, 7 hari lagi wajib dikerjakan sesudah ia kembali kenegerinya.
2.
Dam (denda) karena terkepung (terhambat). Orang
yang terhalang dijalan tidak dapat meneruskan pekerjaan haji atau umrah, baik
terhalang di Tanah Halal atau di Tanah Haram, sedangkan tidak ada jalan lain,
ia hendaknya tahallul dengan menyembelih seekorkambing ditempatnya terhambat
itu, dan mencukur rambut kepalanya. Menyembelih dan bercukur itu hendaklah
dengan niat tahallul (penghalalan yang halal).
3.
Dam (denda) karena mengerjakan salah satu dari beberapa larangan berikut
:
a. Mencukur atau
menghilangkan tiga helai rambut atau lebih.
b. Memotong kuku.
c. Mamakai pakaian yang
berjahit.
d. Memakai minyak rambut.
e. Mamakai minyak wangi
baik pada badan ataupun pada pakaian.
f. Pendahuluan bersetubuh sesudah tahallul utama.
Denda kesalahan
tersebut boleh memilih antara tiga perkara: menyembelih seekor kambing yang sah
untuk korban, puasa tiga hari, atau bersedekah tiga sa’ (9,3 liter) kepada 6
orang miskin.[20]
4. Dam (denda) karena
bersetubuh yang membatalkan haji dan umrah apabila terjadi sebelum tahallul
pertama. Denda itu wajib diatur sbagai berikut: mula-mula wajib menyembelih
unta, karna umar telah berfatwa dengan wajibnya unta. Kalau tidak dapat unta,
dia wajib memotong sapi. Kalau tidak ada sapi, menyembelih 7 ekor kambing. Kalu
tidak dapat kambing, hndaklah dihitung harga unta dan dibelikan makanan, lalu
makanan itu disedekahkan kepada fakir miskin ditanah haram. Kalu tidak dapat
makanan, hendaklah puasa. Tiap-tiap ¼ sa’ dari harga unta tadi, harus puasa
1hari, tempat puasa dimana saja, tetapi menyembelih unta atau sapi, begitu juga
bersdekah mkanan, wajib dilakukan ditanah haram. Cara tersebut ialah pendapat
sebagian ulama’, beralasan fatwa umar. Ulama’ yang lain berpendapat wajib
menyembelih seekos kambing saja, mereka mengambil alasan hadits mursal yang
diriwayatkan oleh abu Dawud.
5. Dam (denda) membunuh
buruan atau binatang liar. Binatang liat ada yang mempunyai bandingan atau
missal dengan binatang yang jinak, berarti ada binatang jinak yang keadaannya
mirip dngan binatang liar yang terbunuh, dan ada yang tidak. Kalau binatang
yang terbunuh itu mempunyai bandingan, dendanya menymbelih binatang jinak yang
sebanding dengan yang terbunuh. Atau dihitung harganya, dan sebanyak harga itu
dibelikan makanan. Makanan itu disedekahkan kepada fakir miskin di Tanah Haram.
Atau puasa sebanyak harga binatang tadi, tiap-tiap seperempat sa’ makanan
berpuasa 1 hari. Bolh memilih antara 3 perkara tersbut, tetapi menyembelih atau
bersedekah makanan wajib dilakukan di Tanah Haram, sedangkan puasa boleh dimana
saja.
Kalau binatang yang
terbunuh itu tidak ada bandingannya, dendanya besedekah makanan sebanyak harga
binatang yang terbunuh, kepada fakir miskin di Tanah Haram, atau puasa
tiap-tiap ¼ sa’ 1 hari.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan:
1.
Haji
menurut syara’ ialah sengaja mengunjungi Ka’bah (Rumah Suci) untuk melakukan
beberapa amal ibadah, dengan syarat-syarat yang tertentu.
2. Syarat-syarat
Haji dan umrah ialah: Islam, baligh, berakal sehat, merdeka, Ada bekalnya beserta tempatnya
bila memang butuh tempat, ada kendaraannya, keadaan perjalanan menurut
perkiraan sangat aman.
3. Rukun haji yaitu: Ihram yang disertai
dengan niat, wukuf di tanah Arafah, Thawaf di Baitullah (Ka’bah) sebanyak tujuh
kali putaran, dan Sa’i antara Shafa dan Marwah sebanyak kali.
4. Wajib Haji yaitu: Ihram dan miqad, berhenti
di Muzdalifah sesudah tengah malam, melontar Jumrah Aqobah, melontar tiga
jumrah, bermalam di mina, thawaf wada’, menjauhkan diri dari semua larangan
atau yang diharamkan.
5. Sunnah haji ialah: mengerjakan ifrad,
membaca talbih, thawaf qudum, bermalam di Muzdalifah, mengerjakan sholat dua
raka’at karena thawaf, bermalam di Mina, mengerjakan thawaf Wada’.
6. Hukum umrah adalah fardu’ain atas tiap-tiap
orang laki-laki atau perempuan , sekali seumur hidup, seperti haji.
7. Rukun Umrah ialah: ihram, thawaf, sa’i, dan
mencukur atau menggunting rambut.
8. Cara-cara melaksanakan haji dan umrah, ialah:
ifrad, qiran dan tamattu’.
9. Larangan ketika ihram, yaitu:
Untuk laki-laki yaitu: memakai pakaian
berjahit, dan dilarang menutup kepala.
Untuk perempuan yaitu: menutup muka dan dua
telapak tangan.
DAFTAR RUJUKAN
As’ad, Aliy. 1979. Terjemahan Fathul Mu’in Kudus:Menara
Kudus.
Amar , Imron Abu. 1982. Fat-hul Qarib, Kudus:Menara Kudus.
Al-Ghazali, Abu Hamid. 1993 Abu Hamid, Rahasia Haji dan Umroh. Bandung: Karisma
Rasjid , Sulaiman. 2006. Fiqih islam. Bandung: Sinar Baru Algen Sindo.
Taufiqurrochman. 2009. Manasik Haji dan Spiritual. Malang:
UIN-Malang Press.
[1] Aliy As’ad, Terjemahan
Fathul Mu’in (Kudus:Menara Kudus, 1979), hlm 103
[3] Imron Abu Amar,
Fat-hul Qarib, (Kudus:Menara Kudus, 1982) hlm 198
[4] Ibid, hlm 200
[5] Sulaiman Rasjid,
Fiqih islam,… hlm 253
[6] Taufiqurrochman,
Manasik Haji dan Spiritual.., hlm 27
[8] Taufiqurrochman,
Manasik Haji dan Spiritual (Malang: UIN-Malang Press, 2009) hlm 29
[11] Sulaiman
Rasjid, Fiqih islam,...275
[12] Imron
Abu Amar, Fat-hul Qarib,...hlm 202
[13]
Ibid,... hlm 202
[14] Ibid,…hlm 203
[16]
Ibid,...hlm 36
[17] Sulaiman
Rasjid, Fiqih islam,...264
[18] Ibid,...268
[19] Ibid,...271
[20] Ibid,...273
Tidak ada komentar:
Posting Komentar