BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Managemen berbasis sekolah (MBS)
adalah terobosan dinamis dan progesif dalam mengembangkan kualits sekolah
menuju sekolah unggul. Dengan MBS, diharapkan terjadi demokratisasi,
partisipasi, dan aktualisasi dari seluruh elemen pendidikan. Kepemimpinan
berjalan secara demokratis, pengambilan keputusan berjalan secara
kolektif-kolegial, dan keterlibatan semua elemen dalam pelaksanaan program
berjalan secara maksimal.
Dengan aplikasi MBS ini, komite
sekolah diharapkan memainkan perannya dengan aktif, memberikan ide-ide, kritik,
masukan, dan penilaian secara objektif dan akuntabel. Komite sekolah dapat
memosisikan dirinya sebagai aspirator dan katalisator masyarakat dan wali murid
kepada pihak sekolah.
Lebih dari itu, kreatifitas dan
inovasi yang menjadi penyangga kesuksesan dan kecemerlangan dapat tumbuh dan
berkembang dengan baik. Spirit kedua hal tersebut saat ini semakin hilang di
sekolah mengingat kerja-kerja dan prosedural formal yang kerap kali
menghegemoni kreativitas dan inovasi yang memerlukan ruang bebas berpikir dan
berkreasi. Maka dari pemaparan di atas MBS sangatlah penting, untuk lebih
jelasnya penulis akan memaparkan tentang sejarah MBS, konsep dasar MBS,
karakteristik MBS, tujuan MBS, alasan MBS diterapkan di Indonesia, implementasi
MBS di Indonesia.
|
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas,
penulis merumuskan beberapa masalah, yaitu:
1. Bagaimanakah sejarah Managemen Berbasis
Sekolah?
2. Bagaimana konsep dasar MBS?
3. Bagaimana karakteristik dari MBS?
4. Apakah tujuan MBS?
5. Apa alasan MBS diterapkan di Indonesia?
6. Bagaimana implementasi MBS di Indonesia?
C.
Tujuan
Dalam penulisan makalah ini sebagaimana
masalah yang telah penulis rumuskan, penulis memiliki beberapa tujuan, yaitu:
1. Untuk memaparkan sejarah Managemen
Berbasis Sekolah.
2. Untuk memaparkan konsep dasar MBS.
3. Untuk memaparkan karakteristik dari
MBS.
4. Untuk memaparkan tujuan MBS.
5. Untuk memaparkan alasan MBS diterapkan di Indonesia.
6. Untuk memaparkan implementasi MBS di Indonesia.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Sejarah Managemen Berbasis Sekolah
Latar
belakang munculnya MBS pertama kali di Negara Amerika, dimana masyarakat
merasakan kurangnya relevansi dan hubungan hasil pendidikan dengan tuntutan
kebutuhan. Hal tersebut diakibatkan kinerja sekolah tidak sesuai dengan
tuntutan yang diperlukan siswa untuk terjun ke dunia kerja, sekolah dianggap
tidak mamapu memberikan hasil dalam konteks kehidupan ekonomi kompetitif secara
global. Hal tersebut diindikasikan dengan prestasi siswa dalam mata pelajaran
tertentu yang belum memuaskan. Berdasarkan hal tersbut pemerintah
mengantisipasi untuk melakukan upaya perubahan manajemen sekolah. Upaya yang
dilakukan adalah membangun suatu sistem persekolahan yang mampu memberikan
kemampuan dasar (basic skill) bagi siswa. Sehingga muncullah suatu konsep
pengelolaan sekolah melalui konsep MBS (School Based Management).
MBS
dapat diartikan sebagai pengalihan dalam pengambilan keputusan dari tingkat
pusat sampai ke tingkat sekolah. Maksudnya Sekolah diberikan kewenangan
(Otonomi) untuk pengambilan keputusan dalam pemberdayaan sumber-sumber sehingga
sekolah mampu secara mandiri menggali, mengalokasikan , menentukan prioritas,
memanfaatkan, mengendalikan dan mempertangungjawabkan kepada setiap yang
berkepentingan (stakeholder). MBS pada prinsipnya menempatkan kewenangan yang
bertumpu kepada sekolah dan masyarakat, menghindarkan format sentralisasi dan
birokratisasi yang dapat menyebabkan hilangnya fungsi manajemen sekolah.[1]
Keuntungan yang diperoleh sekolah dengan
adanya MBS adalah :
a.
Kebijakan dan kewenangan sekolah membawa pengaruh langsung kepada siswa, orang
tua, dan guru.
|
c.
Efektif dalam melakukan pembinaan peserta didik (kehadiran, hasil belajar,
tingkat pengulangan, tingkat putus sekolah, moral guru, dan iklim sekolah).
d.
Adanya perhatian bersama untuk mengambil keputusan, memberdayakan guru,
manajemen sekolah, rancang ulang sekolah, perubahan perencanaan.
Aspek-aspek
yang dapat menciptakan efektivitas program MBS dalam meningkatkan kinerja
sekolah menurut adalah aspek :
1.
Kemampuan/pengetahuan
2.
Informasi
3.
Imbalan yang memadai
Secara teoritis, MBS merupakan
sistem pengelolaan persekolahan yang memberikan kewenangan dan kekuasaan kepada
institusi sekolah untuk mengatur kehidupan sekolah sesuai dengan potensi,
tuntutan, dan kebutuhan sekolah yang bersangkutan. Dalam MBS, sekolah merupakan
institusi yang memiliki “full authority and responsibility” untuk secara
mandiri menetapkan program-program pendidikan (kurikulum) dan berbagai
kebijakan lokal sekolah sesuai dengan visi, misi, dan tujuan pendidikan yang
hendak dicapai oleh sekolah (Mohrman and Wohlsettter, 1994; Calwell and Spinks,
1988). Berdasarkan visi, misi, dan tujuan pendidikan tersebut, sekolah
menetapkan berbagai program dan kegiatan untuk mencapai tujuan dengan
memanfaatkan berbagai potensi yang tersedia dan dapat digali di sekolah dan
masyarakat sekitar sekolah. Dalam sistem MBS, semua kebijakan diprogram sekolah
ditetapkan oleh suatu dewan sekolah yang disebut “Scholl Board atau School
Council”. Badan ini merupakan lembaga yang ditetapkan berdasarkan musyawarah
dari para anggota yang terdiri dari pejabat pendidikan daerah, kepala sekolah,
guru-guru, perwakilan orang tua siswa, tokoh masyarakat, dan pejabat daerah
dimana sekolah itu berada. Dewan sekolah inilah yang menetapkan segala
kebijakan sekolah berdasarkan ketentuan-ketentuan tentang pendidikan
yang berlaku di negara bagian atau daerah dimana sekolah itu
berada. Selanjutnya, dewan sekolah ini merumuskan dan menetapkan visi, misi,
dan tujuan sekolah dengan berbagai impliksainya terhadap program-program
kegiatan operasional untuk mencapai tujuan sekolah.
Secara praktis, pelaksanaan MBS di
negara-negara maju bervariasi dari satu sekolah dengan sekolah lainnya. Hal ini
tergantung dari kebijakan negara dalam pengelolaan sistem pendidikan yang
diterapkan di negara masing-masing. Di Quesland, Australia, misalnya,
MBS dikembangkan dengan mempadukan kebijakan pendidikan negara
bagian dengan aspirasi dan partisipasi masyarakat setempat. Upaya mempadukan kedua
unsur tersebut dihimpun dan dibicarakan secara terbuka melalui wahana yang
disebut “School Council” dan “Parent and Community Association”.[2]
Dengan konsep-konsep yang dicobakan
ini harapan akhir yang selama ini selalu menjadi pembicaran banyak orang, bahwa
pendidikan kita pada masa yang akan datang akan setara dengan pendidikan yang
diselenggarakan oleh negara lain, dan memberikan sumbangan yang berarti bagi
peningkatan kehidupan kebangsaan Indonesia.
B.
Konsep Dasar MBS
1. Manajemen sekolah
Manajemen atau pengelolaan merupakan komponen integral dan
tidak dapat dipisahkan dari proses pendidikan secara keseluruhan. Alasanya
tanpa manajemen tidak mungkin tujuan pendidikan dapat diwujudkan secra optimal,
efektif, dan efesien. Konsep tersebut berlaku disekolah yang memerlukan
manajemen yang efektif dan efesien.
Untuk itu perlu
fungsi-fungsi pokok manajemen yaitu perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan
pembinaan. Dalam prakteknya keempat fungsi tersebut merupakan suatu proses yang
berkesinambungan. Keempat fungsi tersebut dapat dideskripsikan sebagai berikut.
a. Perencanaan merupakan proses yang
sistematis dalam pengambilan keputusan tentang tindakan yang akan dilakukanpada
waktu yang akan datang.
b. Pelaksanaan merupakan kegiatan
untuk merealisasikan rencana menjadi tindakan nyata dalam rangka mencapai
tujuan secara efektif dan efesien. Dalam pelaksanaan, setiap organisasi harus
memiliki kekuatan yag mantap dan meyakinkan sebab jika tidak kuat, maka proses
pendidikan seperti yang diinginkan sulit terealisasi.
c. Pengawasan dapat diartikan sebagai
upaya untuk mengamati secara petunjuk, pembinaan, sistematis, dan
berkesinambungan., merekam, memberi penjelasan,
petunjuk, pembinaan, dan meluruskan berbagai hal yang kurang tepat ,
serta memperbaiki kesalahan.
d. Pembinaan merupakan rangkaian
upaya pengendalian secara profesional semua unsur organisasi agar berfungsi
sebagaimana mestinya sehingga renca untuk mencapai tujuan dapat terlaksana
secara efektif dan efesien.
e. Pelaksanaan manajemen sekolah yang
efektif dan efesien menuntut dilaksanakannya keempat fungsi pokok manajemen
tersebut secara terpadu dan terintegrasi dalam pengelolaan bidang-bidang
kegiatan manajemen pendidikan.
f. Peningkatan kualitas pendidikan
bukanlah tugas yang ringan karena tidak hanya berkaitan denagn permasalahan
teknis, tetapi mencakup berbagai persoalan yang sangat rumit dan kompleks, baik
yang menyangkut perencanaan, maupun efisiensi dan efektifitas penyelenggaraan
sistem sekolah.
- Manajemen Bebasis Sekolah
Istilah manajemen berbasis sekolah
merupakan terjemahan dari “ school- based manajemen” . istilah ini pertama kali
muncul di Amerika serikat mulai mempertanyakan relevansi pendidikan dengan
tuntutan dan perkembangan masyarakat setempat.
MBS merupakan alah satu wujud dari reformasi pendidikan
yangmenawarkan kepada sekolaah untuk menyediakan pendidika yang lebih baik dan
memadai bagi peserta didik.
Otonomi dalam manajemen merupakan potensi bagi sekolah
untuk meningkatkan kinerja para staf, menawarkan partisipasi langsung ke
kelompok –kelompok yang terkait, dan meningkatkan kefahaman masyarakat terhadap
pendidikan.
- Tujuan MBS
Merupakan salah satu upaya pemerintah untuk mencapai
keunggulan masyarakat bangsa dalam menguasai ilmu teknologi , yang dinyatakan
dalam GBHN. Hal tersebut diharpakan dapat dijadikan landasan dalam pengembangan
pendidikan di Indonesia yang berkualitas dan berkelanjutan, baik secara
makro,meso maupun mikro.
- Manfaat MBS
MBS memberikan kebebasan kekuasaan yang besar kepada
sekolah, disertai seperangkat tanggung jawab. MBS menekankan keterlibatan
maksimal berbagai pihak, seperti pada sekolah-sekolah swasta, sehingga menjamin
partisipasi staf, orang tua, peserta didik, dan masyarakat yang lebih luas
dalam perumusan-perumusan keputusan tentang pendidikan.
- Faktor-Faktor yang perlu diperhatikan
BPPN bekerja sama dengan Bank Dunia telah mengkaji
beberapa faktor yang perlu diperhatikan sehubungan dengan manajemen berbasis
sekalah. Yang pertama yaitu : kewajiban sekolah, kebijakan dan prioritas pemerintah,
peranan orang tua dan masyarakat, peranan profesionalisme dan manajerial.
- Karakteristik MBS
Bisa diketahaui antara lain dari bagaimana sekolah dapat
mengoptimalkan kinerja organisasi sekolah, proses belajar mengajar, pengelolaan
sumber daya manusia, dan pengelolaan-pengelolaan sumber daya dan administrasi.
Manajemen berbasis sekolah dapaat diartikan sebagai wujud
dari “reformasi pendidikan” yang menginginkan adanya perubaahan dari kondisi
yang kuaraang baik menuju kondisi yang lebih baik. Dengan memberikan kewenangan
kepada sekolah untuk memberdayakan dirinya. [3]
- MBS sebagai proses pemberdaya
Pemberdayaan telah merambah pada berbagai bidang dan aspek
kehidupan manusia, termasuk pendidikan, antara lain dikeluarkanya kebijakan MBS
sebagai paradigma baru manajemen pendidikan.
Ciri proses pemberdayaan meliputi,:
1. Penyusunan kelompok kecil
2. Pengalihan tanggung jawab
3. Pimpinan oleh para partisipan
4. Guru sebagai fasilitator
5. Proses bersifat demokratis dan
hubungan kerja yang luwes
6. Merupakan integrasi antara
refleksi dan aksi
7. Metode yang mendorong kepercayaan
diri
8. Meningkatkan derajat kemandirian
sosial, ekonomi dan politik. [4]
C.
Karakteristik dari MBS
MBS yang ditawarkan sebagai bentuk operasional desentralisasi
pendidikan dalam konteks ekomoni daerah akan memeberikan wawasan baru terhadap
sistem yang sedang berjalan selama ini. Hal ini diharapkan dapat membawa dampak
terhadap peningkatan efisiensi dan efektivitas kerja sekolah, dengan
menyediakan layanan pendidikan yang komprehensif dan tanggap terhadap kebutuhan
masyarakat.
Karena peserta didik biasanya datang dari berbagai latar belakang
kesukuan dan tingkat sosial, salah satu perhatian sekolah harus ditujukan pada
asas pemerataan, baik dalam bidang sosial, ekonomi, maupun politik. Di sisi
lain, sekolah juga harus meningkatkan efisiensi, partisipasi, dan mutu, serta
bertanggung jawab kepada masyarakat dan pemerintah.
Karakteristik MBS bisa diketahui antara lain dari bagaimana sekolah
dapat mengoptimalkan kinerjanya, proses pembelajaran, pengelolaan sumber
belajar, profesionalisme tenaga kependidikan, serta system administrasi secara
keseluruhan. Selain itu, berdasarkan pelaksanaan di negara maju mengemukakan
bahwa karakteristik MBS adalah pemberian otonomi yang luas kepada sekolah, partisipasi
wali murid atau orang tua peserta didik yang tinggi, kepemimpinan sekolah yang
demokratis dan profesioanal, serta adanya team work yang tinggi dan
profesional.[5]
1.
Pemberian
Otonomi Luas Kepala Sekolah
MBS
memberikan otonomi luas kepada sekolah, disertai perangkat tanggung jawab
pengelolaan sumber daya dan pengembangan strategi sesuai dengan kondisi
setempat. Dalam konteks ini, sekolah sebagai lembaga pendidikan, diberi
kewenangan dan kekuasaan yang luas untuk mengembangkan program-program krikulum
dan pembelajaran sesuai dengan kondisi dan kebutuhan peserta didik.
2.
Partisipasi
Wali Murid atau Orang Tua
Dalam
MBS pelaksanaan program-program sekolah didukung oleh partisipasi masyarakat
dan orang tua peserta didik yang tinggi. Orang tua peserta didik dan masyarakat
tidak hanya mendukung sekolah melalui bantuan keuangan, tetapi melalui komite
sekolah dan dewan pendidikan merumuskan serta mengembangkat program-program
yang dapat meningkatkan kualitas sekolah.
3.
Kepemimpinan
yang Demokratis dan Profesional
Dalam
MBS pelaksaan program-program sekolah didukung adanya kepemimpinan sekolah yang
demokratis dan profesional. Kepala sekolah dan guru-guru sebagai tenaga
pelaksana inti program sekolah merupakan orang-orang yang memiliki kemampuan
dan integritas profesional. Sedangkan kepala sekolah merupakan manager
pendidikan profesional yang direkrut komite sekolah untuk mengelola segala
kegiatan sekolah berdasarkan kebijakan yang ditetapkan.
4.
Team-work yang Kompak dan Transparan
Dalam
MBS keberhasilan program-program sekolah didukung oleh kinerja team-work
yang kompak dan transparan dari berbagai pihak yang terlibat dalam pendidikan
di sekolah. Dalam dewan pendidikan dan komite sekolah misalnya, pihak-pihak
yang terlibat bekerja sama secara harmonis sesuai dengan posisinya
masing-masing untuk mewujudkan status “sekolah yang dapat dibanggakan” oleh
semua pihak.[6]
D.
Tujuan MBS
Tujuan adanya MBS menurut Prof. Dr.
H. Djam’an Satori, MA adalah untuk meningkatkan mutu pendidikan dengan cara
memberdayakan seluruh potensi sekolah dan stakeholder-nya sesuai dengan
kebijakan pemerintah dengan menerapkan kaidah-kaidah managemen pendidikan atau
sekolah profesional.
Tujuan penerapan MBS adalah untuk
meningkatkan kualitas pendidikan secara umum, baik itu menyangkut kualitas
pembelajaran, kualitas kurikulum, kualitas sumber daya manusia, guru maupun
tenaga kependidikan lainnya, dan kualitas pelayanan pendidikan secara umum.
Bagi sumber daya manusia, peningkatan kualitas bukan hanya meningkatnya
pengetahuan dan keterampilannya, melainkan meningkatkan kesejahteraannya.
Tujuan MBS yang lain yaitu dapat
meningkatkan keunggulan sekolah melalui pengambilan keputusan bersama. Fokus
kajiannya adalah bagaimna memberikan pelayanan belajar yang sesuai dengan
harapan orang tua siswa serta harapan sekolah dalam membangun keunggulan
kompetitif dengan sekoah sejenis.[7]
E.
Alasan MBS diterapkan di Indonesia
1.
Dengan pemberian
otonomi yang lebih besar kepada sekolah, sekolah akan lebih mempunyai inisiatif
dan kreativitas dalam meningkatkan mutu sekolah
2.
Denga pemberian
fleksibilitas yang lebih besar kepada sekolah untuk mengelola sumber dayanya,
maka sekolah diharapkan lebih luwes dan lincah galam mengadakan dan
memanfaatkan sumberdayanya secara optimal untuk meningkatkan mutu sekolah.
3.
Sekolah lebih
mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman bagi dirinya sehingga
personil sekolah dapat mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya yang tersedia
untuk memajukan sekolahnya
4.
Sekolah lebih
mengetaui kebutuhan lembaganya, khususnya input pendidikan yang akan
dikembangkan dan didayagunakan dalam
proses pendidikan sesuai dengan tingkat perkembangan dan kebutuhan peserta
didik.
5.
Pengambilan keputusan
yang dilakukan oleh sekolah lebih cocok untuk memenuhi kebutuhan sekolah karena pihak sekolahlah yang paling tahu apa
yang terbaik bagi sekolahnya.
6.
Penggunaan sumberdaya
pendidikan lebih efisien dan efektif bilamana dikontrol oleh masyarakat
setempat
7.
Keterlibatan semua
warga sekolah dan masyarakat dalam pengambilan keputusan sekolah menciptakan
transparan dan demokrasi yang sehat.
8.
Sekolah dapat
bertanggung jawab tentang mutu pendidikan masing – masing, kepada pemerintah,
orang tua peserta didik, dan masyarakat pada umumnya, sehingga diharapkan
sekolah berupaya semaksimal mungkin melaksanakan dan mencapai sasaran mutu
pendidikan yang telah direncanakan ,
9.
Sekolah dapat
melakukan persaingan yang sehat dengan sekolah – sekolah lain untuk
meningkatkan mutu pendidikan melalui upaya – upaya inovatif dengan dukungan
orang tua peserta didik, masyarakat, dan pemerintah daerah setempat.
10. Sekolah dapat secara cepat merespon aspirasi masyarakat dan lingkungan
yang berubah dengan cepat.
F.
Implementasi MBS di Indonesia
Melalui Manajemen Berbasis Sekolah, sekolah
dikembangkan menjadi lembaga pendidikan yang diberi kewenangan dan tanggung
jawab secara luas untuk mandiri, maju, dan berkembang berdasarkan kebijakan
dasar pengelolaan pendidikan yang ditetapkan pemerintah pusat.
Untuk
mengimplementasikan manajemen berbasis sekolah secara efektif dan efisien,
kepala sekolah perlu memiliki pengetahuan kepemimpinan, perencanaan, dan
pandangan yang luas tentang sekolah dan pendidikan. Wibawa Kepala Sekolah harus
ditumbuh kembangkan dengan meningkatkan sikap kepedulian, semangat belajar,
disiplin kerja, keteladanan dan hubungan manusiawi sebagai modal perwujudan
iklim yang kondusif. Kepala sekolah juga dituntut untuk melakukan fungsinya
sebagai manajer sekolah dalam meningkatkan proses pembelajaran, dengan
melakukan supervise kelas, membina, dan memberikan saran – saran positif kepada
guru. Disamping itu, kepala sekolah juga harus melakukan tukar pikiran, sumbang
saran, dan studi banding antar sekolah untuk menyerap kiat – kiat kepemimpinan
dari kepala sekolah yang lain.
Sehubungan dengan
uraian diatas, implementsi manajemen berbasis sekolah di Indonesia perlu
didukung oleh perubahan mendasar dalam
kebijakan pengelolaan sekolah, dengan memperhatikan iklim sekolah yang
kondusif, otonomi sekolah, kewajiban sekolah, kepemimpinan kepala sekolah yang
demokratis dan professional, serta partisipasi masyarakat dan orang tua peserta
didik dalam perencanakan, pengorganisasian, pelaksanaan pengawasan pendidikan
di sekolah.[9]
1. Iklim sekolah yang
kondusif
Pelaksanaan MBS perlu didukung oleh iklim sekolah yang
kondusif bagi terciptanya suasana yang aman, nyaman, dan tertib, sehingga
proses pembelajaran dapat berlangsung dengan tenang dan menyenangkan (enjoyable learning).iklim yang demikian
akan mendorong terwujudnya proses pembelajaran yang efektif, yang lebih
menekankan pada belajar mengetahui (learning
to know), belajar berkarya (learning
to do),menjadi diri sendiri (learning
to be), dan belajar hidup bersama secara harmonis( learning to live together).
2. Otonomi Sekolah
Dalam MBS, kebijakan pengembangan kurikulum dan pembelajaran
beserta system evaluasinya harus didesentralisasikan ke sekolah, agar sesuai
dengan kebutuhan peserta didik dan masyarakat secara lebih fleksibel.Pemerintah
Pusat, dalam hal ini Depdiknas, hanya menetapkan standar nasional, yang
pengembangannya diserahkan kepada sekolah. Dengan demikian, yang
pengembangannya diserahkan kepada sekolah. Dengan demikian, desentralisasi
kebijakan dalam pengembangan kurikulum dan pembelajaran beserta system
evaluasinya merupakan prasyarat untuk mengimplementasikan MBS.
3. Kewajiban Sekolah
Manajemen Berbasis Sekolah menawarkan keleluasaan
pengelolaan sekolah memiliki potensi yang besar dalam menciptakan kepala
sekolah, guru, dan pengelola system pendidikan professional. Oleh karena itu,
pelaksanaanya perlu disertai seperangkat kewajiban, serta monitoring dan
tuntutan pertanggung jawaban (akuntabel)
yang relative tinggi, untuk menjamin bahwa sekolah selain memiliki otonomi juga
mempunyai kewajiban melaksanakan kebijakan pemerintah dan memenuhi harapan
masyarakat sekolah. Dengan demikian, sekolah dituntut mampu menampilkan
pengelolaan sumber daya secara transparan, demokratis, tanpa monopoli, dan
bertanggung jawab baik terhadap masyarakat maupun pemerintah, dalam rangka
meningkatkan kapasitas pelayanan terhadap peserta didik.
4. Kepemimpinan Kepala
Sekolah yang Demokratis dan Profesional
Pelaksanaan MBS menuntut kepemimpinan kepala sekolah
professional yang memiliki kemampuan manajerial dan integritas pribadi untuk
mewujudkan visi menjadi aksi, serta demokratis dan transparan dalam berbagai
pengambilan keputusan. Dalam implementasi MBS, kepala sekolah merupakan “the key person” keberhasilan
peningakatan kualitas pendidikan di sekolah. Oleh karena itu, dalam
implementasi MBS kepala sekolah harus memiliki visi, misi, dan wawasan yang
luas tentang sekolah yang efektif serta kemampuan professional dalam
mewujudkannya melalui perencanaan, kepemimpinan, manajerial, dan supervisi
pendidikan. Sehingga kepala sekolah harus mampu berperan sebagai educator,
manajer, administrator, supervisor, leader, innovator, dan motivator pendidikan
(EMASLIM).
5. Partisipasi Aktif
Masyarakat dan Orang Tua
Dalam implementasi MBS, keterlibatan aktif berbagai
kelompok masyarakat dan pihak orang tua dalam perencanaan, pengorganisasian,
pelaksanaan, dan pengawasan program – program pendidikan di sekolah merupakan
sesuatu yang sangat diperlukan.Masyarakat dan orang tua harus disadarkan bahwa
pendidikan merupakan tanggung jawab bersama, dan sekolah merupakan lembaga
pendidikan yang perlu dukungan oleh semua pihak.
Dalam mengimplementsikan MBS
di sekolah – sekolah ada beberapa asumsi yang dapat dijadikan pijakan untuk
meningkatkan efektivitasnya.[10]
1.
Sekolah adalah unit
utama sebagai target perubahan
2.
Orang – orang yang
bekerja secara langsung dengan siswa mempunyai penguasaan informasi dan opini
yang kredibel dan memahami untuk apa penataan pendidikan dan apakan hal itu
akan bermanfaat atau menguntungkan bagi siswa.
3.
Perbaikan dan
penyelesaian persoalan sekolah secara signifikan didasari atas ukuran waktu
tertentu
4.
Sekolah menempati
posisi paling strategis untuk pemberlanjutan usaha – usaha perbaikan dirinya
sepanjang masa.
5.
Kepala sekolah adalah
figure kunci (key figure) di dalam
kegiatan perbaikan sekolah.
6.
Perubahan yang
signifikan dicapai atas adanya staf dan partisipasi masyarakat di dalam
perencanaan dan implementasi proyek.
7.
MBS mendukung
profesionalisasi profesi pengajaran, karenanya akan menjadi wahana menciptakan
sosok sekolah dengan keluaran yang dikehendaki.
8.
Struktur MBS, yang
menjaga focus tugas persekolahan dan produk pencapaian lainnya.
9.
Pencerahan atas
anggaran dan prioritas pembelajaran meningkat dibawah MBS.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
A.
Latar
belakang munculnya MBS pertama kali di Negara Amerika, dimana masyarakat
merasakan kurangnya relevansi dan hubungan hasil pendidikan dengan tuntutan
kebutuhan. Hal tersebut diakibatkan kinerja sekolah tidak sesuai dengan
tuntutan yang diperlukan siswa untuk terjun ke dunia kerja, sekolah dianggap
tidak mamapu memberikan hasil dalam konteks kehidupan ekonomi kompetitif secara
global. Hal tersebut diindikasikan dengan prestasi siswa dalam mata pelajaran
tertentu yang belum memuaskan. Berdasarkan hal tersbut pemerintah
mengantisipasi untuk melakukan upaya perubahan manajemen sekolah. Upaya yang dilakukan
adalah membangun suatu sistem persekolahan yang mampu memberikan kemampuan
dasar (basic skill) bagi siswa. Sehingga muncullah suatu konsep pengelolaan
sekolah melalui konsep MBS (School Based Management).
B.
Manajemen atau pengelolaan merupakan komponen integral dan
tidak dapat dipisahkan dari proses pendidikan secara keseluruhan. Alasanya
tanpa manajemen tidak mungkin tujuan pendidikan dapat diwujudkan secra optimal,
efektif, dan efesien. Konsep tersebut berlaku disekolah yang memerlukan
manajemen yang efektif dan efesien.
C.
Berdasarkan
pelaksanaan di negara maju mengemukakan bahwa karakteristik MBS adalah
pemberian otonomi yang luas kepada sekolah, partisipasi wali murid atau orang
tua peserta didik yang tinggi, kepemimpinan sekolah yang demokratis dan profesioanal,
serta adanya team work yang tinggi dan profesional.
D.
|
E. Alasan
Implementasi MBS di Indonesia adalah :
a. Dengan pemberian otonomi yang lebih besar kepada sekolah, sekolah akan
lebih mempunyai inisiatif dan kreativitas dalam meningkatkan mutu sekolah
b. Denga pemberian fleksibilitas yang lebih besar kepada sekolah untuk
mengelola sumber dayanya.
c. Sekolah lebih mengetahui kekuatan, kelemahan,
peluang, dan ancaman bagi dirinya sehingga personil sekolah dapat
mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya yang tersedia untuk memajukan sekolahnya
d. Sekolah lebih mengetaui kebutuhan lembaganya, khususnya input pendidikan
yang akan dikembangkan dan didayagunakan
dalam proses pendidikan sesuai dengan tingkat perkembangan dan kebutuhan
peserta didik.
e. Pengambilan keputusan yang dilakukan oleh sekolah
lebih cocok untuk memenuhi kebutuhan sekolah
karena pihak sekolahlah yang paling tahu apa yang terbaik bagi
sekolahnya.
f. Penggunaan sumberdaya pendidikan lebih efisien dan efektif bilamana
dikontrol oleh masyarakat setempat
g. Keterlibatan semua warga sekolah dan masyarakat dalam pengambilan
keputusan sekolah menciptakan transparan dan demokrasi yang sehat.
h. Sekolah dapat bertanggung jawab tentang mutu
pendidikan masing – masing, kepada pemerintah, orang tua peserta didik, dan
masyarakat pada umumnya, sehingga diharapkan sekolah berupaya semaksimal
mungkin melaksanakan dan mencapai sasaran mutu pendidikan yang telah
direncanakan ,
i.
Sekolah dapat melakukan persaingan yang sehat dengan sekolah – sekolah
lain untuk meningkatkan mutu pendidikan melalui upaya – upaya inovatif dengan
dukungan orang tua peserta didik, masyarakat, dan pemerintah daerah setempat.
j.
Sekolah dapat secara cepat
merespon aspirasi masyarakat dan lingkungan yang berubah dengan cepat.
F.
Implementsi
manajemen berbasis sekolah di Indonesia perlu didukung oleh perubahan mendasar dalam kebijakan pengelolaan sekolah,
dengan memperhatikan iklim sekolah yang kondusif, otonomi sekolah, kewajiban
sekolah, kepemimpinan kepala sekolah yang demokratis dan professional, serta
partisipasi masyarakat dan orang tua peserta didik dalam perencanakan,
pengorganisasian, pelaksanaan pengawasan pendidikan di sekolah
DAFTAR
RUJUKAN
Asmani,
Jamal Ma’mur. 2012. Tips Aplikasi
Managemen Sekolah. Jogjakarta: DIVA Press
Fattah Nanang.
2003. kOnsep Manajemen Berbasis Sekolah dan Dewan Sekolah. Bandung:
Pustaka Bani Quraisy
Hadiyanto.2004. Mencari
Sosok Desentralisasi Manajemen Pendidikan di Indonesia.Jakarta : Rineka Cipta
Mulyasa,
E. 2007. Menjadi Kepala Sekolah Profesional. Bandung: Rosda Karya
Sudarwan Danim.2008. Visi Baru Manajemen Sekolah. Jakarta: Bumi Aksara
Wahidin,
Dadan. Manajemen Berbasis Sekolah ( MBS ). (http://makalahkumakalahmu.net/2009/05/15/manajemen-berbasis-sekolah-mbs/)
|
[1] Anonym,
Manajemen Berbasis Sekolah. (http://www.Manajamen.berbasis-sekolah
,pdf html) diakses pada 09 april 2016
[2] Wahidin, Dadan. Manajemen
Berbasis Sekolah ( MBS ). (http://makalahkumakalahmu.net/2009/05/15/manajemen-berbasis-sekolah-mbs/)
diakses pada 02 April 2016
[3] Nanang Fattah, Konsep
Manajamen Bebasis Sekolah dan Dewan Sekolah. ( Bandung : Pustaka Bani
Quraisy, 2003). Hal.13
[4] E. Mulyasa, Manajemen Bebasis
Sekolah, ( Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 2004). Hal 34-35
[5] E. Mulyasa, Menjadi
Kepala Sekolah Profesional, (Bandung: Rosda Karya, 2007) hal 35-36
[6] Ibid... hal 37-38
[7] Jamal Ma’mur
Asmani, Tips Aplikasi Managemen Sekolah, (Jogjakarta: DIVA Press, 2012)
hal 48
[10] Sudarwan
Danim, Visi Baru Manajemen Sekolah ,(Jakarta:
Bumi Aksara, 2008) hal. 19
Tidak ada komentar:
Posting Komentar